Saturday, January 30, 2010

ZENIA (Bagian 2)

Lima tahun yang lalu terakhir kali ia memandangi rumah itu. Ya! Lima tahun yang lalu ketika ia akan berangkat bekerja ke negara arab. Ia tidak melihat banyak perbedaan di rumah itu. Tidak seperti dirinya yang begitu banyak mengalami perubahan. Zenia bertanya-tanya dalam hati apakah keluarganya masih mengenalinya lagi.

***

Bapak menangis sejadi-jadinya seperti anak kecil melihat Zenia ada di hadapannya. Dipeluknya Zenia erat-erat, anak yang Bapak sangka sudah mati. Anak yang menjadi harapan dan kebanggaannya. Zenia memuntahkan semua beban yang menghantuinya selama ini, dipelukkan Bapak. Ia bersyukur masih dapat melihat Bapak.

Air mata Zenia meleleh memandangi kedua anaknya. Ia meninggalkan mereka ketika anaknya yang tertua berumur delapan tahun. Keluarganya semua terdiam. Ia memeluk anak-anaknya erat-erat. Anak-anak yang ia sangka tidak akan pernah dilihatnya lagi. Zenia menguatkan hati, bahwa suaminya telah menikah lagi karena menganggap dirinya sudah mati di negera arab.


***

Zenia tidak mau berlama-lama di Labuan Batu. Sebenarnya Flores adalah tempat yang indah. Ia dibesarkan di kota itu. Memorinya berkeliling pada perjalanan hidup sejak ia kecil di sana. Namun tahun-tahun terakhir telah menempa keras dirinya dan begitu banyak pelajaran. Ia melihat status ekonomi keluarganya masih sama.

Sejumlah uang ia serahkan kepada Bapak. Uang hasil bekerjanya selama tahun-tahun yang berat itu. Zenia berharap bisa sedikit membayar hutangnya yang dulu. Tidak banyak arti dari uang pemberiannya itu. Zenia sadar bahwa hutang seorang anak kepada orang tua yang melahirkan dan membesarkan tidak akan pernah terbayar dengan harta sebanyak apapun meskipun juga ditebus dengan nyawa sang anak. Ia hanya berharap sedikit uang itu menjadi sedikit penutup luka kedukaan Bapak.

Yang sesungguhnya ialah kedukaan Bapak sedikit tertawar melihat Zenia ada di hadapan. Bapak tidak ingin Zenia pergi lagi. Ia tidak ingin kehilangan putrinya untuk yang kedua kali. Tetapi laki-laki tua itu juga tidak bisa menjanjikan sesuatu. Setidaknya sesuatu yang lebih baik menurut pandangan Zenia. Setelah beberapa masa yang ia lalui, Zenia akan menentukan langkahnya sendiri.

Sekarang Zenia sudah menentukan pilihan bahwa ia harus kembali ke Berlin. Setidaknya di Berlin ia punya pekerjaan. Bukankah kepergiannya ke luar negeri adalah untuk mencari penghasilan sehingga bisa mengangkat kehidupan keluarganya. Untuk apa ia menetap di kampung, sementara suami dan anak-anaknya sudah tidak bersamanya lagi. Zenia ingin merajut hidup yang baru. Dan yang pasti tidak di kampung itu!.

Bapak tidak setuju begitu saja Zenia pergi. "Bapak khawatir, kalau kamu hidup susah lagi di luar negeri," kata Bapak lirih. Zenia memahami perasaan Bapak yang cemas akan keselamatan dirinya, ditambah lagi dengan pengalamannya yang menyedihkan. Perempuan muda itu mengatur nafas dalam-dalam. Ia harus bisa meyakinkan Bapak. "Sekarang keadaannya berbeda Pak," kata Zenia menjelaskan, "Di Berlin saya sudah punya pekerjaan sebagai pengasuh anak. Saya punya kawan-kawan yang akan menolong saya," sambungnya. "Sayang kalau semua yang sudah saya peroleh saya lepas begitu saja," suara Zenia meyakinkan. Bapak menatap Zenia lekat-lekat. Ia melihat ketetapan hati putrinya untuk kembali ke Berlin. Zenia yang dihadapan Bapak sekarang ini adalah Zenia yang tegar hasil dari tempaan cobaan hidupnya. "Bapak ingin kamu selamat dan bisa segera mendapatkan pendamping hidup," harap Bapak. "Sebagai orang tua, Bapak ingin putri Bapak bahagia," lanjutnya pelan.

***

Sommer (musim panas) di Berlin.

Zenia kembali bekerja sebagai Kinder Betreuung (pengasuh anak) di tempat semula. Waktunya dalam seminggu ia bagi beberapa hari untuk melanjutkan kursus bahasa yang sudah ia mulai sebelumnya. Rumah Pelindung yang mencarikan ia tempat kursus bahasa. Bekerja sebagai pengasuh anak juga menambah banyak kosa kata yang dimilikinya. Ia memang harus cepat berintegrasi dengan budaya Jerman. Tidak mudah ternyata mempelajari bahasa Jerman ini. Di tempat kursus ia banyak mengenal orang lain sesama auslander (orang asing) yang juga sedang belajar bahasa dalam Integration Kurs. Zenia tidak lagi merasa sendiri.

Seperti biasa Zenia berjalan melewati sebuah taman sebelum sampai di Kinder Garten. Ia menikmati perjalanan singkatnya menuju tempat bekerja. Banyak orang berlalu lalang dan juga beberapa pengendara sepeda yang melintas. Menapaki jalan dari batu-batu yang tersusun rapi dengan tiap langkah-langkah kaki yang bebas sudah biasa baginya sekarang. Teringat ia kali pertama melewati jalan itu yang bagi dirinya terasa aneh dan asing.

Pengendara sepeda melaju berpapasan dengan Zenia yang sedang melalui taman. "Güten Morgen!," kata pengendara sepeda itu sambil tersenyum ramah. "Güten Morgen!," Zenia membalas salam pengendara sepeda itu. Ia heran karena tidak biasa seorang pengendara sepeda memberi salam kepadanya. Umumnya mereka hanya sekedar melintasi taman dan melewati dirinya.

Zenia mungkin tidak tahu bahwa pengendara sepeda itu sudah sering berpapasan dengannya di taman itu dan sering memperhatikannya. Baru kali itu Zenia tepat mengarah padanya sehingga ia bisa memberi salam pada Zenia. Bagi Zenia sendiri menjawab salam tadi menyenangkan karena, itu berarti, ia bisa berinteraksi dengan orang lain. Tetapi untuk apa ia memikirkannya. Masih banyak hal lain yang lebih penting untuk ia pikirkan.

Pikiran Zenia sekarang adalah harus segera mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk menyewa wohnung dan kebutuhan sendiri. Wohnung (appartement) yang ia tempati sementara ini dibiayai oleh Sosial Amt. Pekerjaan sebagai Kinder Betreuung adalah pekerjaan Teil Zeit (paruh waktu). Ia harus segera mencari pekerjaan Voll Zeit (8 jam kerja penuh dalam sehari selama 5 hari dalam seminggu) yang lebih layak karena bantuan yang diberikan oleh Sosial Amt tidaklah terus menerus. Visa yang ia peroleh meskipun panjang namun tetap juga ada batas waktunya. Zenia berdoa semoga ia bisa mendapatkan yang terbaik bagi dirinya di Jerman. Zenia sudah menetapkan pada dirinya bahwa ia akan berusaha keras agar bisa bertahan di Jerman.

***

"Güten Morgen!," kata pengendara sepeda kepada Zenia. "Guten Morgen!" jawab Zenia. "Oh dia pria yang sama yang pernah menyapa dulu," bisik Zenia dalam hati. Zenia mulai memperhatikan orang itu. Pria Jerman lengkap dengan atribut pengendara sepeda.

Hari ini Zenia berdiskusi dengan Evi. Evi baginya adalah penolong, kawan dan sahabat. Ia harus mendiskusikan banyak hal terkait dengan pencarian pekerjaan baru, sekolah bahasa dan cerita pengalaman sehari-harinya. Ia mendapatkan banyak pengalaman dan ilmu-ilmu baru dari kawannya itu.

"Saya sering mendapat ucapan selamat pagi dari seorang Jerman," kata Zenia. "Oh ya?! Siapa?" tanya Evi menanggapi. "Dia sering bersepeda melewati taman setiap pagi saya berangkat ke Kinder Garten," jawabnya. "Apa kamu sudah kenal sama dia?" tanya Evi lanjut. "Tidak, kita tidak kenalan, dia kan cuma lewat saja," jawabnya. "Biasanya unublich (tidak umum) pria Jerman sering memberi salam pada seseorang yang tidak dia kenal," kata Evi mengomentari, "Mungkin ia ingin berkenalan dengan kamu, mungkin rumahnya di sekitar sini," lanjut Evi, "Rasanya tidak ada ruginya kalau kamu berkenalan dengan pria itu," Evi memberikan pendapatnya. "Ya, mungkin kalau saya kenalan sama dia nanti, akan saya memperkenalkan dia sama kamu juga," kata Zenia.

***

Pagi itu Zenia berangkat seperti biasa. Ia tidak tahu apakah akan bertemu dengan pengendara sepeda itu atau tidak. Ia berniat akan berkenalan dengan pria itu, bila bertemu. Tapi sayang hari itu ia tidak melihat sosoknya...

***

Zenia sedikit cemas, tetapi ia sudah berniat. Di kejauhan nampak pria itu bersepeda seperti biasa. Menyambung silaturahim akan memperbanyak rejeki dan memperpanjang umur. Begitu niatnya. "Güten Morgen!," kata pria itu melambat dengan sepedanya. "Guten Morgen!" sambut Zenia sambil berhenti berjalan. Melihat Zenia yang berhenti berjalan, pria itu juga menghentikan sepedanya. Mereka kemudian berkenalan. "Ich bin Zenia. Wie heissen Sie?" tanya Zenia. "Ich bin Rahni, Huber Rahni" pria itu menjawab. Mereka pun bercakap-cakap sebentar di tepian taman itu dan saling bertukar nomor telepon.

***

"Evi, saya sudah berkenalan dengan pria itu," kata Zenia menceritakan. "Oh kalau begitu perkenalkan saja pada saya, kita bertemu di Rumah Pelindung," sambut Evi.

***

Zenia mengajak Rahni mengunjungi Rumah Pelindung dan memperkenalkannya kepada kawan-kawannya di sana. Ia merasa tidak perlu menutup-nutupi masa lalunya. Beginilah ia apa adanya. Ia menilai Rahni adalah pria yang baik. Evi dan kawan-kawan lainnya di Rumah Pelindung juga menilai yang sama.

Rahni merasa Zenia adalah perempuan muda yang jujur dan sederhana. Ia mengetahui kondisi Zenia yang memerlukan pekerjaan Voll Zeit. Ia menawarkan agar Zenia bekerja di tempatnya. Ia memiliki sebuah usaha pembuatan jam tangan. Zenia harus memutuskan apakah akan menerima tawaran itu atau tidak karena tempat usaha Rahni berada di kota lain.

Memulai sesuatu yang sama sekali nol bagi dirinya. Ini adalah masalah yang berat. Di satu pihak Zenia senang berkenalan dengan Rahni yang akhirnya menjadi salah satu perantara bagi Zenia memperoleh rezeki yang besar yaitu pekerjaan Voll Zeit. Sesuatu yang ia memang harapkan. Di pihak lain ia harus pindah dari Berlin. Jauh dari Rumah Pelindung. Ia akan kehilangan kawan-kawannya dan terutama Evi...

Apakah ia akan menjadi pekerja pada usaha pembuatan jam tangan milik Rahni itu atau tidak?

Bersambung...........

CERITA OLEH Munaya Fauziah, 30 Januari 2010, 12:56 CET

4 comments:

  1. Subhanallah mbak Munaya..
    blog kita sama rupanya.

    Rindu sama mbak..

    Ummu Khaulah

    ReplyDelete
  2. Bgus bgus!

    mba munaya dpet award dari aku. Award nya ada di blog ku :)

    ReplyDelete
  3. iya padahal sebelum buat ini saya tidak tahu kalau Mardhiyah punya blog juga :) selera ibu2 rupanya sama :)

    ReplyDelete
  4. Makasih ya Putri, saya dapat Award dari kamu, senang sekali saya :)luv u

    ReplyDelete