Friday, January 29, 2010

KARENA SALAM

„Assalamu’alaikum“ sapa Stefan memberi salam. „Halo“ jawab Febian menyambut salam Stefan. Rasanya asing bagi Febian dengan kalimat sapaan dari Stefan itu. Tapi ia sesekali mendengar Ibunya atau ayahnya mengucapkan kalimat itu bila bertemu dengan sesama orang Indonesia di Berlin. „Apa khabar?“ Tanya Stefan lebih lanjut. „Baik“ katanya. Mereka berpapasan di jalan dekat rumah masing-masing. Setelah saling menyapa mereka berpisah. Stefan adalah seorang anak campuran. Ibunya dari Indonesia sedang ayahnya Jerman. Ia sekarang kelas 10 di sekolahnya setara dengan kelas 1 SMU di Indonesia. Febian seorang anak Indonesia asli. Ayah dan ibunya berasal dari Indonesia. Febian dua tahun lebih muda dari Stefan. Kedua remaja itu lahir di Berlin dan besar di sana.

***

“Mama tadi saya bertemu dengan Febian di jalan.” Cerita Stefan pada mamanya. “Febian siapa?” Tanya Mamanya “Apa Febian anak Bu Tati?” Mamanya ingin memastikan. “Febian yang rumahnya di situ loh Ma!” kata Stefan. “Iya benar Febian anak Bu Tati.“ Sambut Mamanya.

***

Beberapa hari kemudian Stefan bertemu lagi dengan Febian. Seperti biasa Stefan memberi salam lebih dulu. „Assalamu’alaikum“ sapa Stefan. „Halo“ sambut Febian, rasanya Febian ingin sekali menjawab salam dari Stefan dengan cara yang sama, tapi lidahnya terasa kaku. Mereka kemudian sedikit berbincang dan kemudian berpisah.


***

„Mama apa sih jawabannya kalau orang Indonesia memberi salam?“ Tanya Febian pada mamanya. “Oh, kalau ada yang bilang Assalamu’alaikum sama kamu, jawabannya wa’alaikumsalam” kata mamanya menjelaskan. “Apa ada yang kasih salam sama kamu?” Tanya mamanya ingin tahu. “Ya, Ma. Kalau ketemu Stefan dia selalu bilang begitu.” Lanjut Febian. „Kamu jawab saja wa’alaikumsalam,“ kata mamanya mengulang kalimatnya.

Bu Tati, senang sekali ada yang memberi salam kepada putranya. Selama ini Febian memang jarang bergaul dengan anak-anak Indonesia, karena kesibukannya sekolah. Bu Tati sendiri merasa sangat sibuk bekerja di restoran hampir setiap hari berangkat pagi-pagi untuk berbelanja dan pulang malam karena restoran tutup jam 00:00, sehingga ia tidak bisa banyak mengajarkan anaknya. Ia bekerja di restauran Tuk Tuk di jalan Grossgörschen Nomor 2 yang menyajikan masakan ala Indonesia di Berlin.

***

Febian bertekad untuk menjawab salam Stefan hari ini dengan benar, itupun kalau mereka tidak sengaja bertemu seperti biasanya. Ia sudah berlatih khusus mengucapkan salam itu seperti yang mamanya bilang, supaya tidak terdengar aneh kalau Stefan mendengarnya nanti. Diulang-ulang kata salam tersebut dalam hatinya supaya ia tidak terlupa. Sewaktu bercermin tadi pagi juga dia sempat mengulangnya lagi sambil memperhatikan mulutnya.

Tapi sayang, nampaknya hari ini mereka tidak bertemu.

***

Seperti biasanya Febian pulang sekolah. Dari kejauhan ia melihat sosok yang sudah dikenalnya. Ya, itu Stefan. „Pasti dia akan kasih aku salam“ fikir Febian bersiap-siap. „Assalamu’alaikum“ sapa Stefan. Itu dia, aku bisa menjawabnya kata Febian dalam hati. „Wa’alaikumsalam“ dan meluncurlah jawaban itu dari mulutnya Ganz einfach! (sangat mudah). Febian merasa senang sekali, kali ini ia bisa menjawab salam dari Stefan itu. Mereka pun melanjutkan sedikit berbincang-bincang, sebelum akhirnya berpisah. Rasa bahagia itu terkunci di hati Febian terbawa sampai ke rumahnya.

***

„Mama, tadi aku ketemu Febian di jalan. Sekarang dia sudah bisa menjawab salam, Ma.“ Cerita Stefan. „Loh memang sebelumnya tidak?“ tanya mamanya. „Tidak, biasanya dia bilang halo.“ Jawab Stefan. „Oh kalau begitu, kamu harus teruskan beri dia salam, nanti kamu dapat pahala dari Allah“ lanjut Mamanya.

***

Setelah beberapa waktu kemudian, mereka berdua datang hari Sabtu sore lalu ke Masjid Al Falah untuk menonton film Ar Risalah yang difasilitasi oleh Klub Remaja Al Falah. Sekarang Febian ingin belajar sholat, ia meminta Stefan mengajarkan bagaimana caranya. Dan semua itu berawal dari salam.


CERPEN KARYA: Munaya Fauziah, 4 Januari 2010, 23:45

Related Posts:
Terima Kasih Kau Telah Cemburu
Tunggu Saya Di Surga (Wir Sehen Uns Im Himmel)
SEORANG KADET JERMAN DAN SHOLAT

No comments:

Post a Comment