Saturday, January 16, 2010

DUA KAKAK BERADIK

"Fikri, mana Fatih?" tanya Mama. Mama heran sejak maghrib tadi tidak melihat putra sulungnya. "Di kamar," jawab yang ditanya. "Sedang apa dia? Kok tidak keluar-keluar!" selidik Mama lanjut. "Tidak tahu," jawab Fikri datar.

Sudah beberapa hari ini Mama merasa ada sesuatu yang aneh dengan perilaku Fatih. Mama ingin sekali tahu apa yang dilakukan anaknya di dalam kamar. Sebagai seorang ibu ia ingin memastikan perubahan apa yang terjadi dengan anak itu. Fatih sudah masuk umur "teenee" alias remaja. Tetapi Mama harus hati-hati juga tidak bisa sembarang masuk ke kamar. Mama mengerti dan ingin menjaga perasaan putranya.

***

"Fikri, mana Fatih?" tanya Mama malam itu. Fikri yang baru keluar kamar merasa Mama terlalu sering bertanya. Ia mulai merubah sikap. "Mama lihat saja deh sendiri di kamar?," jawab Fikri ringan. Mama sangat penasaran. Ia mengintip ke dalam kamar putranya melalui celah pintu yang tidak tertutup rapat. "Haah! Tidak jelas!" Bisik mama gusar dalam hati. Posisi Fatih memang tertutup sebagian meja komputer. Mama cuma menangkap sosok Fatih yang separuh badan dan kaki berada di atas tempat tidur.



"Pokoknya Fikri sudah harus diinterogasi !" seru Mama kesal dalam hati karena belum mengetahui apa yang terjadi pada putra sulungnya. Mama memang cuma punya anak dua. Keduanya putra. Ia biasa mencari informasi berita dan kejadian terkini adik dari sang kakak atau sebaliknya, walaupun tak jarang dari sang anak langsung. Tujuan mama sederhana, mendidik mereka supaya satu sama lain saling peduli. Ya! Hidup di Berlin harus mengeratkan ikatan persaudaraan.

"Sedang apa sih Fatih di kamar? Mama lihat Fatih tadi, tetapi cuma terlihat sedikit," tanya Mama pelan pada Fikri. Adiknya karena merasa ditanya-tanyai terus akhirnya bicara, "Baca Al Qur'an Ma!." Mama diam berpikir dan bertanya lagi, "Loh biasanya baca Al Qur'an tidak selama itu!" sanggah Mama. "Fatih ingin khatam Al Qur'an Ma, makanya setelah sholat maghrib dia baca banyak-banyak!" Fikri menerangkan "Kalau Fikri sebentar lagi sudah mau khatam!" Fikri terus bercerita dengan bangga.

Mama mengerti sekarang.

***

Pagi hari.

"Mba Ziah, saya menelepon khusus nih," kata Mama di gagang telepon. "Ada apa Bu Syifa?" tanya suara di seberang sana bingung. "Saya mau berterima kasih !" lanjut Mama. "Berterima kasih apa ya? Saya kan tidak berbuat apa-apa?" tanya suara itu lebih bingung lagi. "Terima kasih karena kunjungan silaturahim lebaran malam itu maka Fatih jadi rajin membaca Al Qur'an," lanjut Mama senang.

Suara di seberang terdiam. Mba Ziah sedang mengingat-ingat mungkin ada kalimat atau kejadian di malam silaturahim itu yang ia sampaikan kepada Fatih. "Itu loh, waktu mba Ziah bilang bla...bla...bla... " Mama terus bercerita panjang lebar dengan semangat.

"Oh Alhamdulillah kalau begitu, mudah-mudahan Fatih cepat khatam," sambut Ziah ikut senang.

Malam lebaran itu memang Fatih tertinggal dua juz Al Qur'an dari Fikri adiknya. Ziah ingat kalau ia mengatakan dua juz itu "Ganz einfach" (sangat gampang) cuma dua puluh lembar dan Fatih pasti bisa kebut membaca dua juz itu dan mengejar Fikri bahkan bisa mendahuluinya!.

***

Pulang dari sekolah. Ibu dan anak-anak itu berkumpul di Wohnzimmer (ruang keluarga).

"Mama senang kalau kalian baca Al Qur'an. Nanti di akhirat kalian dapat belohnung (pahala) dari Allah," kata Mama. "Seperti sepupu-sepupu kalian di Indonesia!" sambungnya.

"Seperti di Indonesia," bisik Fatih dan Fikri dalam hati. Mama lupa kalau kedua putranya cerdas-cerdas dalam berpikir. "Mama kalau di Indonesia, semua sepupu dibuatkan Nasi kuning dan diberi uang kalau khatam," kata Fatih melirik adiknya sambil menunggu reaksi Mama.

"O..o.. Padahal dari dulu mereka mengaji tidak pernah minta sesuatu, karena mereka yakin pahalanya dari Allah," seru Mama dalam hati. "Karena ingat sepupunya di Indonesia diberi hadiah, sekarang mereka ikut minta hadiah," lanjut Mama dalam hati. Mama tersenyum-senyum melihat kedua putranya yang cerdik-cerdik itu. "Iya Ma, kalau khatam kan dibuatkan Nasi kuning," sambung Fikri. "Di kasih uang lagi !" lanjutnya "Kalau begitu kita sering-sering khatam saja supaya bisa dapat uang terus !" Fikri benar-benar punya ide bagus. "Ha..ha..ha," Mama tertawa-tawa geli dalam hati melihat keusilan putra-putranya.

"Hey kalian ini... kalau mengaji pahalanya nanti dari Allah!," tegur Mama. Tapi Mama tidak mau membuat kecewa kedua putranya. Nasi kuning hanya suatu lambang pencapaian bagi anak-anak itu. Lagi pula mereka belum tentu suka Nasi kuning karena sudah terbiasa makan roti. Hanya karena Nasi kuning adalah lambang pencapaian suatu prestasi yaitu khatam Al Qur'an, maka mereka menuntut untuk dibuatkan.

"Tapi jadi ya Ma Nasi kuningnya?" tanya Fatih ingin memastikan "Iya nanti mama buatkan Nasi kuning di TPA," sambut Mama. Tentu saja Mama dengan senang hati akan menyiapkan untuk kedua putra kesayangannya itu.

"Terus Ma, kalau uangnya bagaimana?" tanya Fikri berharap-harap. Mama ingat kalau kedua putranya memang ada perlu untuk membeli sesuatu. "Iya deh Mama kasih, tapi untuk beli keperluan kamu ya!" Mama menyetujui. Sebetulnya Mama jarang sekali mengeluarkan uang dengan mudah untuk kedua putranya. Mama melakukan demikian untuk melatih mereka berusaha.

Contohnya Fatih, yang sudah agak besar. Ia pernah bekerja menjadi pelayan kantin, khusus jam makan siang. Sejak kelas lima sekolah dasar ia bekerja untuk bisa mendapatkan makan siang gratis di kantin sekolahnya. Hasilnya ia bebas memilih menu apa saja untuk makan siangnya sampai kenyang. Fatih menabung setiap hari sejumlah dua Euro yaitu uang makan siang dari Mama untuk keperluannya yang lain. Ia bekerja selama dua tahun sampai kelas tujuh yang setara dengan kelas satu sekolah menengah pertama di Indonesia. Ia berhenti menjaga kantin karena pelajaran sekolah semakin banyak.

***

Fatih dan Fikri terus saling berlomba membaca Al Qur'an setiap hari supaya bisa lebih dahulu khatam. "Mama, tadi malam Fatih membaca sampai satu juz," cerita Fatih pada Mama. Mama senang, juga terkagum-kagum. Kedua anaknya menjadi sangat bersemangat membaca Al Qur'an.

"Mudah-mudahan keduanya terus rajin membaca Al Qur'an sampai seterusnya," Mama berdoa dalam hati.

***

Beberapa minggu kemudian.

"Mba Ziah, saya mau buat selamatan untuk Fatih dan Fikri yang sudah khatam Al Qur'an," kata Mama di Hari Sabtu saat pengajian bulanan di Masjid Al Falah. "Oh Alhamdulillah sudah khatam ya mereka. Biar saya panggilkan guru-guru TPA nya supaya bisa langsung konfirmasi ke TPA." Sambut Mba Ziah yang segera mengajak dua guru TPA untuk bertemu dengan Mama.

***

Bagi Mama tidak penting siapa yang lebih dulu khatam. Mama berharap kedua putranya itu selalu rukun dan saling menolong satu sama lainnya. Dan terus berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan-kebaikan. Nasi kuning dan uang cuma hadiah dunia. Insya Allah di akhirat akan lebih banyak hadiah untuk mereka, yang sekarang mereka belum mengetahuinya. "Tetaplah terus membaca Al Qur'an, anak-anakku!" pesan Mama dalam hatinya yang bahagia.

***

CERPEN KARYA: Munaya Fauziah, Berlin, 14 Januari 2010, 18:50

Related Posts:
Terima Kasih Kau Telah Cemburu
Tunggu Saya Di Surga (Wir Sehen Uns Im Himmel)
SEORANG KADET JERMAN DAN SHOLAT

1 comment: