Wednesday, February 24, 2010

TERIMA KASIH KAU TELAH CEMBURU

"Nanti sore kita ada pesta dengan kawan lama saya," kata Rahman memberitahu. "Di mana?" tanya Yara memastikan "Di tempatnya Hakan," jawabnya. "Saya pakai baju apa?" tanya Yara. "Pakai baju santai atau resmi?" sambungnya. "Cuma acara biasa, yang santai saja," jawab Rahman. Yara memilih mengenakan T Shirt dan jeans kegemarannya. Praktis. Ia memang tidak suka berpakaian yang merepotkan. Demikian jugalah penampilannya pertama kali bertemu Rahman. Pria Jerman dengan postur tubuh tinggi dan gagah itu menikahi Yara setelah ia masuk Islam dan mengganti nama aslinya Markus menjadi Rahman.

Wanita muda ini ingin tahu bagaimana kawan-kawan suaminya di Jerman. Yang sudah ia kenal cuma Hakan. Orang Turki kawan suaminya yang mengelola sebuah Kneipe.

***

Di tempat Hakan.

"Halo! Wie geht's dir?" kata seorang perempuan Jerman kepada Rahman. "Mir geht's Gut. Danke. Und wie geht's dir?" jawab Rahman membalas salam. "Auch Gut. Sehr lange nicht gesehen," perempuan muda itu balik menjawab. Ia mendekat ke arah Rahman. Merangkul pundaknya dan mendaratkan pipinya di pipi Rahman. Rahman merasa tidak nyaman. Kejadiannya begitu cepat.


Yara yang sedari tadi memperhatikan kelakuan perempuan blonde itu merasa panas hatinya. Darahnya naik. Cemburu. Pasti. Yara mendekat ke arah Rahman. Tampak sekali perempuan itu tidak mempedulikannya. Ia menarik tangan suaminya. Melangkahkan kakinya ke antara mereka. Posisinya berada di tengah keduanya.

Bagi Yara, ia tidak peduli siapa perempuan itu. Terserah apakah perempuan itu kawan baik suaminya apalagi kalau bukan. Yara juga tidak peduli, terserah kalau ia dikatakan orang kampungan. Yang ada di benak Yara adalah bila sudah menjadi suami istri maka tidak boleh ada orang lain bergelayutan di pundak suaminya apalagi sampai 'cipika-cipiki'. Jangankan sudah menjadi suami istri, sebelum menjadi suami istri pun juga sudah tidak boleh!. Demikian prinsipnya. Meskipun Yara orang dari kampung tetapi dia tahu mana yang benar.

"Si bule perempuan ini mesti dikasih pelajaran," serunya kesal dalam hati.

"Halo!!" kata Yara sangat keras. Rahman diam saja melihat Yara mengambil posisi di depannya mengarah kepada Birgitt. "Rahman itu suami saya. Kamu tidak boleh mencium dia begitu saja!!" Kata-kata itu meluncur keras dari mulut Yara yang sedang marah. "Kamu kan sudah tahu saya istrinya. Di depan saya, berani-beraninya kamu mencium dia!!" Seru Yara sengit.

Birgitt tertawa renyah seolah tidak menghiraukan. "Ya Manis, saya tahu kamu istrinya," kata Birgitt sambil terus tertawa-tawa memandang wajah Yara yang kelihatan tampak emosi sekali. "Tetapi saya kan hanya memberi salam. Markus kawan lama saya. Sudah lama sekali kami berkawan. Sebelum menikah dengan kamu," Birgitt berusaha menjelaskan dan menenangkan Yara.
Birgitt merasa wajah marah Yara yang bertampang Asia terlihat lucu.

Benar-benar sekarang ini Yara merasa sangat-sangat marah. "Kalau kamu mau memberi salam, kamu kan bisa cuma salaman. Tidak perlu dengan cium-cium pipi segala. Dia sekarang sudah punya aku!" Sambar Yara dengan keras. "Tapi kami biasa begitu di sini. Ini di Jerman. Kamu tinggal di jaman modern sekarang, Manis," sambung Birgitt sambil terus mengabaikan kemarahan Yara. Birgitt bertubuh tinggi dan besar malah mencubit-cubit kedua pipi Yara dengan bercanda.

Yara sangat tidak senang dengan reaksi Birgitt yang meremehkannya. Ia punya pendapat lain. Meskipun ia tinggal di jaman modern. Ia tidak akan terima suaminya dicium atau dirangkul-rangkul oleh perempuan itu atau perempuan manapun. Yang baru terjadi saja, perempuan itu berani berbuat begitu di hadapannya. Bagaimana kalau ia sedang tidak ada di sekitar mereka!. Mungkin suaminya juga akan sulit mengelak, jikalau perempuan itu terlalu agresif.

Rupanya perempuan itu benar-benar harus dibantah dengan keras. "Itu dulu!!" kata Yara tegas. "Sekarang tidak lagi. Rahman sekarang sudah menikah dengan ku dan dia Islam. Kamu tidak boleh berbuat begitu lagi kepada dia, aku tidak suka, aku tidak peduli ini jaman modern, selama aku istrinya kamu tidak boleh begitu lagi!" Keras suara Yara mengingatkan Birgitt. Yara masih sangat emosi. Tetapi ia sudah menyatakan keberatannya dengan keras dan jelas.

Birgitt akhirnya tidak bisa meremehkan Yara. Ternyata Yara benar-benar tidak menyukai perbuatannya tadi. Si Blonde itu akhirnya berbasa basi untuk mengerjakan sesuatu dan menggerutu sendiri entah apa yang dikatakannya tidak jelas. Yara sudah tidak peduli pada perempuan itu yang setelah itu baru ia ketahui namanya.

***

Rupanya Yara masih belum puas melepaskan rasa marahnya. Ia masih khawatir jikalau suaminya mungkin tergoda oleh perbuatan perempuan tadi. "Kak!! Kakak tidak boleh cipika-cipiki dengan perempuan lain. Kakak hanya boleh cium istri. Kakak hanya boleh cium aku!" Katanya keras sambil menunjuk-nunjuk pipinya. "Kakak sudah masuk Islam!" Yara mengingatkan.

Rahman kemudian menyakinkan Yara. Istri kesayangannya itu menjadi reda.

Ini bukan yang pertama kali ia melihat istrinya marah. Tetapi ini sangat luar biasa. Rahman merasa bangga. Begitu cara Yara menunjukkan rasa cintanya. Sangat cemburu. Yara memang masih sangat muda dan Rahman sangat menyayanginya. Teruslah cemburu Yara. Terima kasih kau telah cemburu. Cemburumu sudah kau letakkan tepat pada tempatnya. Cemburumu itulah yang akan menyelamatkan suamimu, keluargamu dan agamamu.

***

Waktupun berlalu dan Birgitt sudah memahami sekarang bagaimana bersikap kepada Rahman.

***

Cerpen oleh Munaya Fauziah, 24 Februari 2010, 22:06

Kneipe (kedai minum)
"Halo! Wie geht's dir?" (halo apa kabar?)
"Ich bin Gut. Danke. Und wie geht's dir?" (saya baik-baik saja. terima kasih. bagaimana kabarmu?)
"Auch Gut. Sehr lange nicht gesehen," (juga baik, lama tidak berjumpa)
cipika-cipiki (cium pipi kanan/kiri)


Related Posts:
Tunggu Saya Di Surga (Wir Sehen Uns Im Himmel)

2 comments:

  1. bagus mbak munaya! cerpen kisah-kisah sehari-hari di eropa ini memang buat saya sangat inspiratif. bagaimana kedua kutub budaya ini yang saling berseberangan bisa tarik-menarik selayaknya magnet.

    btw, mbak munaya, ich bin gut tidak digunakan untuk menjelaskan kabar, mungkin maksud mbak munaya "mir ist gut" atau "mir geht's gut". Nah kalau ich bin gut itu misalnya kalau pertanyaannya "apakah kamu bagus?"

    ReplyDelete
  2. he3x...ini yang saya tunggu-tunggu, tulisan jerman saya dikoreksi, jadi ingat Titik Nol di koreksi detil cerpennya...dan dia senang sekali,saya juga senang sekali...kalau kamu sempat baca yang lain dan nggak pas, jangan segan-segan koreksi ya...ich danke dir

    ReplyDelete