Wednesday, April 28, 2010

SAMPAH


DOSA ITU SEPERTI SAMPAH

"Mama, dosa itu seperti apa sih?" tanya Yulia. "Kamu mau tahu dosa itu seperti apa? Sini mama tunjukkan!" Jawab mama. Mama mengajak Yulia ke tong sampah. Ia melihat mama membuang selembar kertas usang yang sudah diremas-remas.


"Dosa itu seperti sampah!" kata mama. Yulia heran. "Kok sampah?!" seru Yulia bertanya. Mama menoleh kepada Yulia. "Coba kamu perhatikan. Setiap kali irgendwann (kapan saja), irgendwo (di mana saja), kita selalu meninggalkan sesuatu sebagai kotoran, sengaja atau tidak sengaja," kata Mama melanjutkan. "Contohnya kertas itu, dan banyak lagi sampah-sampah lainnya," lanjut mama. Gadis yang baru masuk remaja itu mendengarkan serius kalimat-kalimat mamanya. "Kotoran-kotoran berupa sampah itu, akan menggunung bila tidak dibuang," kata Mama sambil terus memasukkan berbagai sampah ke tong. "Gunungannya sampah akan merusak keindahan, dan bila terlalu lama dibiarkan akan menyebarkan bau dan membuat penyakit," mama terus melanjutkan.


"Begitu juga dengan dosa," kata Mama memandang Yulia. "Terjadinya sedikit-sedikit tetapi terus menerus," mama berkata pelan. "Di mana saja dan kapan saja kita bisa membuat dosa sengaja atau tidak sengaja, misalnya kepada orang-orang di sekitar kita," lanjut mama. "Bila tidak kamu perhatikan maka akan semakin banyak dosa-dosa itu," kata mama lagi. Yulia diam memandang mama. Sekali-kali matanya beralih ke tumpukan sampah.


"Bila tidak dibersihkan, dosa-dosa akan bertambah berat, menggunung dan berbau seperti sampah," Mama terus berkata sambil mencontohkan memencet hidungnya. "Bagaimana dosa berbau mama?" Tanya Yulia. "Baunya tidak bisa dicium dengan hidung, tetapi kamu bisa rasakan bahwa orang-orang tidak mau mendekat karena dampaknya," kata mama.


"Akhirnya orang yang berdosa, mungkin hanya bisa duduk sendiri, di tempat yang ramai dimana kawan-kawannya yang dia kenal berkumpul dan bercanda bersama-sama," kata mama. "Mengapa begitu Ma? Duduk sendiri? Kan dia kenal dengan yang lain, kan bisa ikut duduk bersama-sama?" tanya Yulia heran. "Bisa jadi karena dia sendiri merasa ada kesalahan atau tidak mau mengakui kesalahan, sehingga tidak merasa enak bergabung bersama yang lain. Mungkin juga banyak kawan-kawannya yang lain merasa enggan dengan kehadirannya," kata Mama. "Seperti itulah baunya dosa," kata Mama. "Mungkin semua akan menjauhi dia pelan-pelan tanpa dia sadari, seperti kita ingin segera berlalu dari tempat sampah yang berbau," lanjut Mama menjelaskan.


"Sampah juga bisa menjadi sumber penyakit, demikian juga dosa, bisa menjadi sumber penyakit!" Kata Mama pelan. "Bagaimana Ma penyakit dari dosa?" Yulia bertanya penasaran. "Yang berbuat dosa berarti membuat penyakit hati," terang mama. "Apakah ia akan kena serangan jantung atau sakit lever Ma?" tanya Yulia menghubungkan. Mama tersenyum dan menjelaskan, "Maksudnya, hatinya akan terus uring-uringan dan tidak bahagia, walaupun ditutup-tutupinya."


Mama memandang wajah putrinya, Mama ingin kesayangannya itu mengerti dengan sejelas-jelasnya. "Misalnya, seseorang punya masalah atau bersalah terhadap kawannya, maka jantungnya akan berdegub keras bila tidak sengaja bertemu dan memalingkan wajah serta menjauh, maka itu penyakit hati akibat dari dosa-dosanya sendiri!" Mama dengan sabar terus menerangkan kepada anak gadisnya. "Bisa jadi kalau ia kemudian tertekan dan stress, menjadi penyakit jantung yang sesungguhnya!" Sambung Mama.


"Akibatnya dia akan terus menghindari berkumpul atau bertemu dengan banyak orang yang di dalam kumpulan itu ada seseorang yang ia berdosa kepada orang itu!" kata Mama. "Pada ujungnya ia bisa tidak bebas bergerak atau bepergian ke mana pun ia suka. Khawatir bertemu dengan orang yang ia berdosa. Konsentrasinya selalu buyar dengan masalahnya itu. Hatinya selalu panas dan tidak bahagia." kata mama lanjut. "Ia mencari kawan baru dengan menjelekkan kawan yang ia punya masalah dengannya, iri dan dengki itulah penyakit hati," kata Mama serius.

"Mama, dia kan bisa pergi bebas ke mana saja yang dia suka, asal tidak bertemu dengan orang yang dia ada dosa atau bermasalah itu!" seru Yulia memberi pendapat. "Itulah nak, umpamanya, kalau orang sudah sakit, apalagi parah, ia mungkin hanya bisa jalan-jalan sekitar kamarnya di rumah sakit atau paling-paling keliling gedung rumah sakit! Itu pun mungkin perlu bantuan orang lain, itulah penjara orang yang sakit!" sambut Mama. "Demikian juga orang dengan penyakit hati, dia seperti berada di penjara, sempit hatinya, dan itulah penjara dunia," Mama menjelaskan dengan suara pelan dan penuh penekanan.


"Coba kamu perhatikan orang yang sakit, mereka pada mulanya berwajah segar dan ceria. Ketika sakit, wajahnya menjadi layu dan pucat," kata Mama. "Demikian juga orang yang menderita penyakit hati karena kesalahan-kesalahannya sendiri, wajahnya jadi sinis, kulit dahinya jadi mengkerut, pancaran wajahnya keruh penuh tuduhan, kemudian di buang pula mukanya!" Kata Mama. Di ujung kalimatnya mama mengatakan itu sambil tersenyum-senyum.


"Mama, sepertinya susah sekali hidup membawa-bawa dosa! Sudah berat di hati, nggak bebas, terbelenggu, dijauhi orang, jadi jelek lagi wajahnya, sudah begitu berat di dunia berat di akhirat juga!" seru Yulia sambil mendesahkan nafasnya. "Kasihan juga orang yang bawa-bawa dosa ya, karena harus membuang wajahnya juga, ha...ha...ha" lanjut Yulia. Gadis itu tahu, ujung kalimat mamanya adalah canda.


"Makanya ayo kita buang sampah!" Kata Mama semangat. "Iya Ma, ayo kita buang sampah! Supaya sehat," sambut Yulia dengan senang.

No comments:

Post a Comment