Saturday, August 21, 2010

BERAKHLAQ KEPADA SUAMI ATAU ISTRI

Bismillahirrahmaanirrohiim 


Ada tipe-tipe suami yang kurang Qowwam, sehingga seorang istri bertanya: Kok begini suami saya? Sedang istrinya lebih cerdas dan terampil mengurus keluarga. Sedang suami hanya kerja dan kerja saja. Maka manfaatkan ini sebagai ladang amal shalih dari istri, sehingga sampai menjadikan suami sebagai qowwam. Berikut ini adalah beberapa hak yang harus diperhatikan antara suami istri:

1. Sama-sama menjaga amanah. Penting untuk dipahami oleh setiap diri bahwa seseorang menjadi suami adalah amanah dari Allah ta’aala untuk melindungi istrinya. Sebaliknya seseorang menjadi istri adalah amanah dari Allah ta’aala untuk menjaga dan mengelola rumah tangga suaminya. Dalam berumah tangga ada beberapa amanah:
*amanah saling menasehati,
kalau seorang suami belum bisa membaca Al Qur’an dengan baik maka ini adalah amanah istri untuk mengajarkan suaminya. Banyak sekali suami-suami yang kurang pandai membaca Al Qur’an dibanding istrinya. Contoh yang seperti ini akan lebih baik jika pasangan kita yang memperbaiki bacaan Al Qur’an kita, daripada malu ditegur oleh orang lain. Ada suami yang tidak terampil mengurus rumah tangga namun dia banyak menggerakkan da’wah, atau suami mengelola amanah sosial yang istri tidak mampu melakukannya, maka suami harus di dukung. Demikian juga sebaliknya, masing-masing berperan sesuai kapasitasnya.

*amanah kejujuran
*amanah keikhlasan.

Kejujuran sangat penting dalam berumah tangga. Namun seringkali suami atau istri menutup informasi tertentu dari pasangannya seperti mengenai pengelolaan keuangan. Bagaimana dengan mengirim sejumlah uang kepada orang tua atau saudara yang membutuhkan dan lain sebagainya, tanpa pemberitahuan dulu kepada suami atau istri? Apakah hal ini termasuk berbohong? Bolehkah?

Dusta atau berbohong dilarang dalam agama kecuali pada 3 perkara:
1)Dusta untuk mendamaikan orang yang berselisih.
Contohnya: dua orang suami dan istri yang berselisih, maka dikatakan kepada sang istri bahwa suaminya ingin rujuk lagi dan dikatakan juga kepada sang suami bahwa istrinya menyesal telah berselisish, asalkan dengan niat dari yangmengatakan bahwa hal ini untuk mendamaikan keduanya karena Allah ta’aala.
2)Dusta untuk menyelamatkan orang yang mau dibunuh oleh orang lain. Contohnya: bila ada seseorang yang meminta perlindungan agar nyawanya diselamatkan, kemudian orang tersebut bersembunyi di rumah kita, maka boleh berdusta untuk menyelamatkan nyawanya.
3)Dusta dalam kondisi perang, karena Rasulullah SAW bersabda bahwa “perang adalah tipu daya“.
dalam riwayat yang lain ditambahkan:
4)Dusta kepada suami atau istri yang bila jujur akan menimbulkan/menambah masalah.

Alangkah baiknya bila suami atau istri jujur dalam masalah rumah tangga, apabila terpaksa berdusta misalnya memberikan dana untuk menolong orang tua dan sebagainya, maka perbanyaklah istighfar dan dengan diniatkan bahwa pada suatu saat yang tepat akan diberitahukan juga kepada pasangannya. Dalam hal ini pelajarilah kembali akhlaq kepada orang tua dan mertua dari seri yang sebelumnya.

Dari Anas ra. (pembantu Rasulullah SAW) dikisahkan bahwa: Rasulullah SAW setiap akan pulang ke salah satu rumah istrinya, selalu mengutus terlebih dulu seseorang untuk memberitahukan kepada istrinya bahwa beliau akan datang pada pukul tertentu, agar sang istri bisa bersiap. Pada saat itu adalah giliran Aisyah ra. (Dalam suatu hadist yang disampaikan oleh Aisyah ra.bahwa Rasulullah  SAW setiap pulang ke rumah Aisyah, selalu mencium bibir Aisyah). Karena Rasulullah SAW akan datang, maka Aisyah pun dengan gembira segera menyiapkan sejenis makanan Arab yang rasanya manis untuk menyambut Rasulullah SAW. Namun pada saat mencampurkannya Aisyah ra. keliru mencampurkan banyak garam yang seharusnya adalah banyak gula. Tanpa menyadarinya adonan tersebut terus diaduk sampai masak. Ketika Rasulullah SAW datang dan disuguhkan makanan tersebut. Rasulullah  SAW menyuap satu suap dan berasa asin, kemudian beliau menyuap lagi dari bagian yang berbeda masih juga berasa asin. Kemudian Rasulullah bertanya kepada Aisyah ra: “Di mana engkau membeli garam Aisyah?”Aisyah menjawab “di toko sebelah”. Kemudian Nabi SAW mengatakan “Jangan beli garam di toko itu lagi, karena garam di toko itu terlalu asin”. Aisyah heran dan kemudian mencicipinya ternyata sangat keasinan, Aisyahpun sedih menangis dan meminta maaf. Kemudian Rasulullah SAW memeluk Aisyah dan mengatakan tidak apa-apa. Anas ra. Yang menceritakan kisah ini mengatakan betapa indahnya rumah tangga Rasulullah SAW. Demikianlah jika sebuah keluarga dilandasi dengan Aqidah yang benar dan ibadah yang benar, maka keluarga itu insya Allah akan menjadi indah.

2. Al Mawaddata warahmata. Hak antara suami dan istri yang berikutnya yaitu menunjukkan suasana cinta dan kasih sayang. Dalam membentuk keluarga yang Islami, rasa cinta harus dibangun secara terus menerus. Pertanyaannya adalah siapa yang mempunyai cinta? dan Di mana adanya cinta? Untuk menjawab ini mari kita kembali kepada aqidah kita, bahwa cinta adalah milik Allah ta’aala dan cinta ada di dalam hati. Allah ta’aala satu-satunya yang menentukan hati, Allah ta’aala yang membolak-balikkan hati. Maka mintalah kepada Allah ta’aala akan rasa cinta ini. Contoh dari rasa cinta seorang istri adalah membela sang suami bila suami di ‘serang’ oleh orang lain meskipun suami salah. Tapi dikemukakan dengan pembelaan atau penjelasan bahwa maksud suami saya begini loh! Dan disampaikan dengan kalimat yang baik.
Hadits yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, disusun disusun dengan bahasa yang lembut, “Tidaklah laki-laki bila memuliakan wanita maka memang semulia-mulianya laki-laki” dan kemudian hadis ini masih berlanjut namun dengan bahasa yang keras “Tidaklah sekeji-kejinya laki-laki adalah laki-laki yang keji”. Untuk melihat akhlaq seseorang tidak cukup dengan melihat diri orang tersebut namun menurut hadits Rasulullah SAW, “Kalau ingin melihat akhlaq suami maka bertanyalah kepada istrinya.”

3. Ats Tsiqoh al muttabatillah. Saling percaya adalah hak dalam berumah tangga. Saling percaya antara satu sama lain harus dibangun.
Ada kalanya suami memang menutup sebagian informasi keuangan kepada istri, karena beberapa sebab. Pertama, suami tidak mau membebani fikiran istri karena informasi itu terlalu berat, suami mengenal betul watak istrinya dan khawatir membuat istri ikut cemas, gelisah dan sebagainya. Kedua, suami mengerti benar kemampuan istrinya mengelola keuangan tidak bisa seluas itu, jika hartanya berlebih. Ketiga, bersyukurlah dan berbahagialah istri jika tidak mengetahui perkara yang berat mengenai hal ini.

4.Perlunya kelembutan dalam bermuamalah,terbagi 2 yaitu:
    • tholaqotulwajhi (bermuka sumringah/cerah). Boleh jadi suami sedang ada tantangan, namun masalah ini jangan dibawa ke rumah.
    • karom (mulia, terhormat, santun). Kesantunan ini ditunjukkan dengan pandai mengapresiasi (pandai memuji secara proporsional). Kalau suami memberi sesuatu hargai dulu meskipun kurang cocok.
Dasar hukumnya: “wa asiruhunna bil ma'ruf“ artinya, “perlakukan mereka dengan baik“. Inilah adab-adab yang harus dimiliki kedua belah pihak. Apabila sudah dilaksanakan hak-hak ini berarti sudah terpenuhi akhlaq antara suami dan istri.

Seri Rangkuman Ceramah Ustadz Muhammad Saleh Darahim Lc. M.A.
pada Pengajian Ummul Falah, Masjid Al Falah Berlin, 27 Agustus 2009

1 comment: