Saturday, August 21, 2010

PONDASI MEMBENTUK KELUARGA ISLAMI



Bismillahirrahmaanirrahiim

Pondasi membentuk keluarga sakinah mawaddah warahmah sangat ditentukan oleh faktor suami dan istri. Pondasi yang pertama adalah Qowwam atau pelindung sebagai syarat yang harus dimiliki oleh seorang suami dan pondasi kedua adalah Sholihah syarat yang harus dimiliki oleh seorang istri. Kedua pondasi ini akan disajikan Insya Allah secara runtun dalam buletin Qalam; Seri Rangkuman Ceramah Ustadz pada Pengajian Ummul Falah.
Qowwam sebagai pondasi keluarga yang Islami harus ada pada seorang suami. Ciri-ciri Qowwam ini terbagi menjadi 10 yaitu:
1. Aqidah yang benar,
yang dimaksud dengan aqidah yang benar ini adalah iman yang kokoh atau tauhid yang benar. Bagian dari rukun iman (arkaanul iman) yaitu Iman kepada Allah, Iman kepada Malaikat, Iman kepada Kitab-kitab Allah, Iman kepada Rasul-rasul Allah, Iman kepada hari Kiamat dan Iman kepada takdir Allah.

Salah satu tanda dari iman yaitu diucapkan dengan lisan (“qoulun billisan”), dengan mengucapkan “laa ilaaha illallah“, yang artinya tidak ada ilah melainkan Allah. Pondasi inilah yang akan menjadi dasar dan mewarnai kehidupan keluarga selanjutnya.
Selama ini kita sudah mengenal arti “ilah” sebagai; yang di ibadahi, yang mencipta (langit dan bumi dan segala isinya), tempat berlindung, tempat meminta (rizki), tempat meminta ampunan. Sedangkan makna kata “ilah” dalam bahasa arab adalah segala sesuatu yang menguasai di dalam hati kita yang menimbulkan: rasa yang sangat berlebihan (kullun mayya’malun qolbu), seperti:


  • rasa takut (khouf) yang berlebihan,


  • rasa harap (roja) yang berlebihan,


  • rasa cinta (hubba) yang berlebihan.

Dengan pemahaman ini maka seorang istri tidak akan takut kepada suami, atau seorang suami tidak akan takut kepada istri, tetapi baik istri atau suami maka akan takut hanya kepada Allah ta’aala. Inilah yang menjadi landasan kehidupan suami istri.


Iman yang ada pada diri seseorang bisa bertambah dan bisa menurun (“al imaanu yazidu yanqush“), dan ini sangat wajar terjadi pada setiap orang. Namun harus diupayakan agar kondisi iman ini bisa terus meningkat. Sebab utama yang dapat meningkatkan iman adalah taat kepada Allah, dengan rajin beribadah, seperti:
- sholat sunnah rowatib,
- tahajud,
- banyak berdoa,
- berdzikir,
- puasa.
Sebab utama yang dapat menurunkan iman adalah banyak melakukan perbuatan maksiat.

Rumah tangga yang ideal bukan berarti rumah tangga yang tidak ada masalah. Masalah-masalah dalam rumah tangga seperti perselisihan pendapat, masalah keuangan, campur tangan orang tua, bersinggungan dengan ipar, atau hanya masalah sepele lainnya adalah masalah yang biasa terjadi. Yang utama adalah bagaimana kita mampu agar masalah-masalah tersebut bisa dikelola dengan baik. Perlu diingat biasanya masalah akan timbul karena menurunnya keta’atan kepada Allah ta’aala, dan banyaknya maksiat yang dilakukan, contohnya, mungkin pada hari itu belum membaca Qur’an atau belum sholat sehingga hati menjadi gelisah dan tidak tenang.




Apabila ada suatu pertengkaran antara suami dan istri, keduanya tidak boleh saling mendiamkan lebih dari 3 hari, karena setelah itu yang akan masuk dalam pertengkaran adalah setan. Dalam koridor takut (khouf) kepada Allah ta’aala maka salah satunya harus memulai terlebih dahulu untuk menyapa. Alangkah baiknya bila sang suami lebih dahulu menyapa, karena kedepannya ia akan dipandang mulia di mata istri sebagai seorang suami yang penyabar dan penyayang.
Pondasi setiap keluarga adalah kekokohan iman. Oleh karena itu suami dan istri harus terus memperbanyak ilmu agama dengan menghadiri majlis-majlis ilmu untuk meningkatkan iman. Rasulullah SAW., mengatakan kepada para sahabat-sahabatnya: “ najlis ila nu’min imaan” yang artinya “marilah duduk untuk memperbaharui iman.”
2. Ibadah yang benar (Shohibul ibadah).
Ibadah terbagi menjadi dua macam, yaitu
1) ibadah mahdhoh yaitu ibadah wajib yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, seperti, sholat, puasa, zakat, haji.
2) Ibadah sunnah yaitu ibadah tambahan di luar yang wajib seperti sunnah rowatib, puasa sunnah, dll.

Ibadah yang benar memiliki dua syarat:
1) ikhlas, dilakukan hanya karena Allah ta’aala, bukan karena ingin dipandang orang dan sebagainya;
2) sesuai dengan tuntunan syariat (Al Qur’an dan hadits). Jangan sampai ibadah itu keluar dari tuntunan tersebut, jangan ditambah dan jangan dikurangi.
Tuntunan syariat yang diturunkan Allah sudah sempurna sesuai dengan surat Al Maaidah ayat 3: “… pada hari ini telah aku sempurnakan agamamu untuk mu, dan telah aku cukupkan nikmat Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu…”. Ibadah yang ditambah-tambah akan menjadi bid’ah. Sekarang perlu dievaluasi kembali apakah sudah benar sholat yang kita laksanakan, apakah sudah benar haji yang dilakukan, apakah sudah benar puasa yang dijalankan. Ibadah wajib tersebut sudah menjadi suatu keharusan yang mesti dilaksanakan. Orang yang melaksanakannya adalah orang Islam, yang sudah baligh dan berakal sehat. Para ulama sepakat mengenai hal ini.
Namun setelah itu ada ibadah-ibadah sunnah yang dapat mendekatkan kita kepada Allah ta’aala. Dalam suatu hadits Qudsi: „Selalu hamba-hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan sunnah-sunnah sampai Aku mencintai hambaKu, kalau aku sudah mencintai hambaKu itu, karena dia menghidupkan sunnah itu, Aku akan menjadi pendengarannya, Aku akan menjadi penglihatannya, Aku akan menjadi tangannya, Aku juga akan menjadi kakinya, kalau dia memohon kepadaKu akan Aku kabulkan, kalau dia meminta perlindungan kepadaKu maka Aku akan melindunginya“.
Oleh karena itu jika ingin dicintai Allah ta’aala maka hidup-hidupkanlah sunnah Nabi Muhammad SAW. Sunnah nabi terbagi menjadi dua:
1) sunnah ibadah seperti puasa sunnah, umroh, dst.
2) sunnah muammalah yaitu, amal perbuatan dalam kegiatan
kita sehari-hari seperti berpakaian, berdagang, bekerja, berusaha.
Alhamdulillah selama 24 jam dalam bingkai harian, semua sudah ada tuntunannya dari Nabi Muhammad SAW. Sejak bangun tidur hingga akan tidur lagi sudah ada tuntunannya. Contohnya, disunnahkan sebelum tidur membaca surat Al Ikhlas, Al Alaq, dan An Nas, maka dikatakan bahwa pada saat bangun tidur nanti akan bangun dalam keadaan fitrah.





Bersambung...









(Seri Rangkuman Ceramah Ustadz Sholeh Darahim Lc. M.A.
pada Pengajian Ummul Falah, Masjid Al Falah Berlin, 25 Agustus 2009)

No comments:

Post a Comment